Rambut Aji Diri dan Rapi Gak Harus Dua Senti

Kecoa Bercerita
5 min readMar 25, 2024

--

Illustrator : Vivian Yoga V. P.

Musim ajaran baru telah tiba. Ribuan mahasiswa baru (maba) berbondong-bondong berebut kuota kursi di Universitas Negeri Malang (UM). Setidaknya terdapat 9 ribu lebih mahasiswa baru yang diterima di kampus pendidikan ini. Sejak 17 Agustus 2023 lalu, mereka telah memulai langkah awal dengan mengikuti pembukaan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).

Setiap pagi, ribuan maba itu, berbaris rapi lengkap dengan berbagai atribut yang telah ditentukan. Penampilan pun juga seragam dengan atasan putih dan bawahan hitam. Tampilan yang begitu polos mengingat keseragaman begitu diatur dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terutama bagi maba putra, bahkan mereka diatur dengan panjang rambut maksimal yang sama yakni 2 cm. Pandangan yang cukup menarik mengingat masih diberlakukannya peraturan yang begitu seragam di lingkungan jenjang akademik mahasiswa.

Sore itu (20/8/23), selepas azan maghrib, saya bertemu dengan salah seorang maba Departemen Geografi. Dengan berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk tidak mencantumkan nama asli narasumber. Sebut saja Kevin, ia memilih nama itu untuk saya cantumkan pada tulisan ini.

Ia mengatakan sudah sejak dulu menginginkan kuliah di kampus ini. Ia juga cukup senang telah mengikuti rangkaian PKKMB di kampus impiannya.

Meski begitu, beberapa keluhan agak ia beratkan terkait jalannya PKKMB. Salah satunya adalah keterlambatan informasi. Kevin tak terlalu menyinggung soal keterlambatan informasi tersebut, karena mungkin ia sudah mendengar dari beberapa senior kalau kampusnya memang terkenal serba mendadak. Satu hal lain yang membuatnya sedikit kaget adalah adanya peraturan soal penampilan, yakni rambut yang harus dicukur pendek maksimal 2 cm.

Ia cukup heran, mengapa di dunia perkuliahan masih ada aturan seperti itu. Meskipun ia menyadari bahwa peraturan itu mungkin hanya berlaku dalam masa ospek saja. Dunia perkuliahan yang mungkin ia bayangkan sebagai dunia pendidikan dengan kebebasan berekspresi tentu tak akan terganggu oleh panjangnya rambut seseorang.

"Menurutku ini mas kalau buat kerapian emang penting, ya. Cuma kalau emang kayak faktor pengganggu ospek sih enggak ganggu soalnya. Meskipun gak 2 cm ini kan bisa dirapiin biasa gitu kan bisa. Enggak harus 2 cm kan bisa," katanya.

Menyoal kerapian, ia juga berpikir kalau rapi pun tak seharusnya rambut yang dikorbankan sedemikian. Sebelumnya, ia telah memelihara panjang rambut hingga di bawah telinga. Jarak antara lulus Sekolah Menengah Atas hingga diterima di kampus membuatnya bebas untuk memanjangkan rambutnya. Baginya, rambut sudah seperti mahkota. Mungkin itu yang membuatnya lebih percaya diri.

"Aslinya enggak terima. Kayak sebagai cowok rambut mahkota kan? Tapi berhubung peraturan kayak gini kan– terus bisa kalau gak naati peraturan katanya nggak lulus PKKMB, ya udah kayak pasrah. Mau nggak mau nurutin lah," katanya menyikapi peraturan tersebut.

Malam itu, sebelum ia memutuskan berangkat ke Kota Malang untuk menjalani rangkaian kegiatan ospek, ia masih berpikir bahwa gaya rambutnya mungkin tak dipermasalahkan. Kemudian pikirannya berubah ketika omongan keluar dari teman-temannya terkait konsekuensi yang harus didapat ketika tak menaati peraturan ospek. Segera ia mengikhlaskan rambutnya itu untuk melewati masa-masa ospek yang hanya beberapa hari saja.

"Kalau emang buat kerapian kan dari panitia harus nyontohin juga," ujarnya.

Kevin bukan satu-satunya mahasiswa baru dengan keberatan seperti ini. Ia juga menceritakan soal peraturan ini begitu hangat diperbincangkan di tongkrongan kawan-kawan barunya. Meski begitu, tak ada pilihan lain selain menaati peraturan tersebut. Tak ada satupun maba putra berambut panjang.

Tak berbeda dengan Kevin, Reihan, maba dari Departemen Hukum dan Kewarganegaraan, juga merasakan keresahan yang sama. Ia tak menyangka jika masalah panjang rambut juga dipermasalahkan di jenjang perkuliahan. Ia cukup kaget awalnya melihat ada peraturan mengenai panjang rambut yang harus 2 cm.

Baginya, rambut adalah aji milik seseorang. Artinya rambut memiliki arti kehormatan tersendiri bagi seseorang. Selain itu, Reihan yang memiliki tipikal rambut bergelombang dan tipis juga merasa rambut seperti ini membuatnya tidak percaya diri. Dia sendiri sudah memelihara rambut dari sejak lulus SMA. Sama halnya Kevin, ia pun harus merelakan rambutnya demi mengikuti rangkaian kegiatan wajib bagi maba di kampusnya.

"Rambut itu berhubung dengan saya punya kerusakan pada rambut saya, saya ini memiliki rambut yang bergelombang, tipis dan jarang-jarang. Jadi kalau rambut saya sedikit itu saya bisa sakit– mungkin kurang pede iya," ucap Reihan.

Kini PKKMB telah selesai. Tak ayal dari segala perjuangannya untuk berebut kursi di kampus ini, kini terbayar dengan serangkaian kegiatan ospek dengan segala aturan yang telah mereka ikuti. Artinya, sekarang mereka telah resmi menjadi mahasiswa baru di kampus idamannya.

Peraturan soal berpenampilan rapi sebenarnya tercantum dalam Peraturan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor 49 Tahun 2023 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2023/2024. Meskipun tidak secara spesifik peraturan tersebut mengatur tentang panjang rambut maba putra.

Ketentuan panjang rambut sendiri sebenarnya berasal dari dalam Guide Book Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru yang ditetapkan sebagai tata tertib oleh panitia. Dalam kewajiban peserta poin (h) tertulis bahwa, "Panjang rambut mahasiswa putra maksimal 2cm dan harus rapi."

Hal ini yang kemudian mengatur secara spesifik mengenai kerapian rambut maba putra maksimal 2 cm.

Dhia Al Uyun yang merupakan ketua dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) berpendapat bahwa aturan seperti ini justru melanggar kebebasan berekspresi di lingkungan kampus. Menurutnya, kebebasan berekspresi merupakan hak bagi setiap orang. Meskipun dalam suatu instansi ada regulasi-regulasi tertentu yang diatur dalam rangka menjaga kondusivitas di lingkungan.

"Untuk kemudian pengaturan terhadap misalnya tentang rambut apakah rambut itu berapa cm, itu jauh dari kebebasan berekspresi," jelas Dhia menyoal peraturan PKKMB yang mengharuskan maba putra berambut maksimal 2 cm.

"Karena orang ditekan untuk melakukan atau menggunakan cara-cara yang seragam yang sebenarnya jauh dari keinginan mereka secara individual," tambah dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya tersebut.

Dhia juga menyebut bahwa seharusnya peraturan di lingkungan akademik tidak seharusnya membatasi hal-hal seperti itu. Ia menyatakan lingkungan akademik justru memberikan kebebasan berekspresi kepada individualnya.

"Lingkungan akademik itu justru memberikan kebebasan berekspresi kepada individualnya. Karena bukan lagi siswa tapi mahasiswa." tutupnya sore itu melalui panggilan Whatsapp.

Baik Kevin maupun Reihan keduanya memiliki keresahan yang sama. Bagi mereka, rambut adalah suatu kehormatan milik seseorang. Jalannya kegiatan pun tentu seharusnya tak terganggu dengan panjang rambut seseorang. Meskipun kerapian mahasiswa diharuskan, tetapi tidak harus dengan panjang rambut 2cm.

"Kenapa harus dua senti mungkin untuk kerapian mungkin. Tapi yang saya heran itu gak mengganggu jalannya PKKMB kenapa harus muncul peraturan itu," ucap Reihan sejalan dengan Kevin. (dlt)

Reportase berjenis feature ini telah terbit di Buletin Siar Edisi PKKMB II 2023.

--

--

Kecoa Bercerita

Medium bakal jadi "Someone to talk" sementara sampai waktu yang belum disepakati. Beberapa tulisan merupakan arsip yang pernah dimuat di beberapa kanal berita.